-->

Wednesday, January 8, 2020

Gusar di September

Tulisan ini dibuat pada saat mata masih terbuka di bulan september-19, yang men-support langkah teman-teman yang katanya kelas dipindah turun ke jalan.


Selamat jalan eyang Habibie selamat menemui sang pencipta diri, dan selamat berjumpa dengan belahan jiwa kekasih hati. Setiap karya dan semangatmu akan selalu hidup dalam sanubari. Indonesia berduka.

Dan hari ini, Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Mulai dari rasisme Papua, kebakaran hutan di Riau, pelemahan KPK sampai demokrasi yang dikebiri. Hantu orde baru sedang bergentayangan. Negeri ini rasanya tak henti-hentinya mengundang rasa kecewa sebab yang ditampilkan bukanlah prestasi anak bangsa namun siasat kotor manusia manusianya.

Tanah Papua masih membara, menyisakan luka yang masih menganga, sepertinya pemimpin dan pilihan rakyat tutup mata dan telinga. Tidak mau ambil pusing. Bukan, ini bukan yang pertama, tapi untuk kesekian kalinya, saudara kita di Papua masih harus merasakan sakit hati karna saudaranya sendiri. Rasisme untuk kata apapun tidak boleh dibiarkan, sebab akarnya adalah sebuah kedzaliman. Yakinlah, memang ada begitu banyak perbedaan antara kita setanah dan setumpah darah, dari Aceh sampai Papua, dan perbedaan itu tidak bisa disatukan, tapi hanya bisa berjalan beriringan. Harmoni keberagaman sudah lama terpatri dalam diri, dalam Bhinneka Tunggal Ika negeri ini.

Riau hari ini darurat udara bersih, kebakaran jauh dari kata padam. Siapa dalang dari semua ini? Pertanyaan ini selalu saja mengambang, hilang dan tak terjawab. Yang selalu saja diproses bukan dalangnya namun bawahan yang ecek-ecek. Yang bekerja atas dasar perintah dan rupiah. Pembukaan lahan untuk kelapa sawit, toh jelas yang harus dibabat habis yang punya kelapa sawit. Kita tak boleh jadi bangsa berwatak kerupuk, kena air sedikit langsung menciut. Tunjukkan kalau kita punya taring, yang sedikitpun tidak pernah main-main, sebab ibu Pertiwi adalah nilai yang selalu harus dijunjung tinggi-tinggi.

KPK pun hari ini dilemahkan. Setelah dilakukannya revisi undang-undang KPK yang dinilai terlalu tergesa-gesa. Beberapa pasal perlu kita curigai, ada apa?. Calon pimpinan KPK yang memiliki catatan buruk, meski dikeluarkan dan ditendang jauh dari daftar pencalonan. Negeri ini memang bukanlah surga, dan tidak ada manusia tanpa dosa, yang dipilih pun bukanlah malaikat, namun niat dan catatan baik calon pemimpin patut didahulukan. KPK perlu diawasi, betul. Sebab kepercayaan penuh tidak bisa diberikan begitu saja pada lembaga negara. Namun, jika yang mengawasi berkawan baik dengan calon-calon koruptor itu sendiri, apa bisa berjalan baik sesuai koridor?. KPK katanya perlu minta izin terlebih dahulu sebelum melakukan penyadapan, yakin dan percaya OTT tak pernah lagi ada dan tersingkap.

Demokrasi hari ini pun dikebiri, siapa-siapa yang berani menantang, siap-siap dihadang. Suara-suara yang lantang masih perlu di gaungkan. Kita tidak pernah tunduk di bawah mereka yang sewenang-wenang.

Di tengah bangsa lain yang Gandrung menampilkan kehebatan, kemandirian, inovasi, cinta lingkungan dan prestasi membanggakan lainnya, kita masih saja berkutat pada permasalahan-permasalahan yang berulang kali terjadi, apalagi sesuatu yang tidak pantas dipermasalahkan malah digembor-gemborkan. Nyatanya pantas membandingkan negeri ini dengan negeri yang lainnya, agar kita mau berkaca, agar kita bisa lebih maju, menantang diri, dengan gagah membanggakan merah putih.

Bapak presiden yang kami hormati, wujudkan janji-janji yang pernah bapak lontarkan. Kita bersama-sama wujudkan cita-cita berdikari. Jangan jadikan nawacita menjadi duka cita hari ini.

Lagi-lagi di bulan September

#semogasampaipadatitik



Kawan berfikirmu

0 comments:

Post a Comment