-->

Wednesday, June 10, 2020

Memang Kenapa kalau Berbeda?


"Semoga kita selalu berada di jalan yang benar"

Seperti apa rasanya jika kehadiran kita sama sekali tidak diharapkan oleh orang lain? Menyakitkan. Dianggap tidak penting, dilihat sebelah mata dan stigma pembuat onar yang dilihat oleh masyarakat. Kita mungkin belum pernah merasakan itu semua, berada pada posisi mereka yang sampai hari ini masih diberi lebel "colored" di tengah kita.  

Sepanjang sejarah membuktikan bahwa, kehidupan bagi mereka yang punya warna kulit hitam sungguh sulit. Kita jangan lupa akan perjuangan Nelson Mandela kala rela berada di balik jeruji besi 27 tahun lamanya sebab menentang aturan Apharteid di Afrika Selatan. Di tanah mereka sendiri, mereka tidak mendapatkan keadilan, mereka tidak diberi ruang kebebasan untuk melakukan sesuatu atas kehendak sendiri, mengembangkan diri, dan bersuara atas apapun yang perlu diperdengarkan. Padahal, mereka adalah kelompok mayoritas yang punya hak diatas rumah mereka sendiri.

Mari kita lihat seperti apa langkah perjuangan mereka yang berkulit hitam untuk menampilkan kemampuannya di atas semua stigma buruk yang mengelilingi mereka. Salah satu contohnya, bisa kita lihat dalam film yang disutradarai oleh Theodore Melfi.

"Hidden Figures" sebuah film yang diadaptasi dari kisah nyata, yang sangat menginspirasi, mengangkat kisah perjuangan tiga wanita kulit hitam sebagai minoritas yang bekerja di Lembaga Luar Angkasa Amerika (NASA). Perjuangan untuk menentang batasan dan perjuangan untuk segera diakui dan disejajarkan. Film ini membuktikan bahwa sebaik apapun kemampuan mereka  yang berkulit hitam miliki, yang telah dianugerahi  kecerdasan, kedisiplinan, ambisius, dan berdedikasi tinggi tetap tidak mudah bagi mereka untuk maju satu langkah membuktikan itu semua. Sebab, warna kulit hitam yang telah melekat dalam tampilan mereka berarti sebuah pagar tinggi yang harus mereka lompati  untuk bisa bebas berkarya dan bekerja. Mary Jackson, harus berjuang menembus batas aturan perguruan tinggi untuk bisa sama-sama duduk dengan mereka kulit putih demi meraih gelar teknisi yang didambakannya. Dhorothy Vaughan harus berusaha lebih besar agar dirinya bisa diangkat secara permanen untuk menjadi supervisor yang secara aturan tidak pernah ada kulit hitam yang menempati posisi tersebut. Lain halnya Khaterine, tokoh sentral dalam film berhasil masuk dalam bagian perhitungan lintasan astronot sebab ahli matematika, bukan berarti segalanya mudah baginya. Bayangkan untuk hanya sekadar ingin buang air saja ia harus menempuh jarak setengah mil dari kantornya sambil membawa semua berkas yang harus diperiksa dan dihitung segera, sebab hanya ada satu toilet perempuan yang berkulit hitam disana, dan ia tidak boleh menggunakan toilet yang lainnya. Tidak hanya itu, rekan sekantornya juga tidak sudi berbagi termos kopi dengannya, dan itu berarti harus ada dua termos di meja yang sama, satu untuk kulit putih dan satu untuk Khaterine dengan cap "colored". Tapi itu semua tidak memadamkan api semangatnya untuk terus membuktikan bahwa kemampuan tidak ada hubungannya dengan warna kulit. Dan ini hanya satu kisah dari banyaknya kisah mereka yang berjuang untuk kesetaraan.

Sampai kapan dunia ini dihadirkan sebagai tempat yang sama sekali tidak nyaman untuk mereka tinggali?. Sampai kapan pula garis finish selalu dipindahkan ketika mereka ingin menunjukkan kemampuannya?. Hitam atau putih itu hanya masalah warna. Sangat menyedihkan jika hal itu sebagai dasar kita membenci mereka. Saya ingat saat duduk di bangku kelas dua SMP, saya pernah membawakan puisi yang ditulis oleh seorang anak Afrika yang berjudul "Colored". Isi puisinya kurang lebih seperti ini " Ketika saya lahir saya hitam, saat saya tumbuh saya hitam, saat saya dingin saya hitam, saat saya di bawah matahari saya hitam, dan saat saya mati saya hitam. Dan kamu yang berkulit putih, saat kamu lahir kamu pink, saat kamu tumbuh kamu putih, saat kamu dibawah matahari kalian merah, saat kamu dingin kamu biru, saat kamu mati kamu abu-abu. Dan kamu memanggil saya dengan sebutan "si berwarna"?". So deep. Ternyata masalah warna kulit adalah masalah kompleks yang dihadapi oleh dunia ditengah hingar bingarnya kemajuan. Pemikiran yang nyatanya tetap mengalami kemunduran, tetap terbelakang soal kemanusiaan.

Padahal sudah barang tentu kita tidak akan pernah bisa memesan untuk lahir ke dunia dari rahim seperti apa dari orang tua seperti apa. Maka dari itu, adalah mutlak bahwa kehadiran seorang manusia adalah kuasa pencipta.  Kita semua juga tidak akan pernah mau menjadi bagian dari kelompok yang selalu mendapatkan penindasan. Maka dari itu atas nama rasisme dalam bentuk apapun  haruslah dihapuskan dari suara mulut dan segala  tindakan tangan-tangan kita bahkan sejak dalam pikiran. Mari untuk selalu berusaha saling memberi dukungan bagi sesama, dan menebar kasih atas nama makhluk Tuhan. Mari memperlakukan orang lain, sebagaimana kita ingin diperlakukan. Bukan, di sini jelas bukan saya yang paling benar pun bukan saya yang paling baik. Saya, kamu dan kita semua memang masih perlu belajar perihal bagaimana menilai dan menghargai orang lain.  Bukankah kita semua adalah manusia dan status itu tidak akan pernah berubah hanya karna warna kulit yang berbeda. 

#StopRacism
#BlackLivesMatter

Kawan berfikirmu

0 comments:

Post a Comment