-->

Sunday, April 4, 2021

Sisi Lain Menerima


Di tengah aktivitas monoton bergelut dengan tumpukan buku tebal, hasil print out yang gagal, catatan kusut di white board kamar, dan seabrek peralatan tempur lainnya, akhirnya saya memutuskan untuk sejenak mengambil jeda.  Bergegas memanaskan air lantas menyeduh segelas teh panas berikut sesendok cembung gula pasir tertuang di dalamnya. Sembari menunggu sedikit hangat, menepikan diri dengan kembali membuka buku yang telah habis dibaca, namun dibaca kembali adalah rutinitas monoton yang kedua. Mencari kata, kalimat dan quotes" favorit yang telah diberi garis bawah, ya sekosong dan senisbi itu. 

Lantas memberi perhatian lebih kepada lengan tangan yang entah minggu lalu yang lalu keberapa, kecipratan minyak panas dan membentuk motif unik layaknya layang-layang dengan ekor yang panjang. Saat itu sempat misuh dan menyalahkan diri sendiri dan setiap kali terkena air tentu saja rasanya perih. Melihat luka mengering, perlahan memudar dan entah kapan menghilang ada satu yang saya pahami bahwa waktu tidak pernah punya tugas untuk menyembuhkan. Luka itu mengering sebab saya menerima dan melihatnya sebagai konsekuensi.

Disamping begitu banyak dari kita yang siap menjadikan waktu sebagai tameng ketika sesuatu terjadi diluar rencananya, lantas berucap "Aku akan sembuh bersama waktu". Terdengar cukup bijak, padahal yang saya tau, sebuah harapan yang berujung kecewa, luka-luka kesedihan dan perasaan-perasaan yang tidak bersahabat lainnya tidak serta merta hilang hanya karena waktu. Sebab nyatanya, sepaham atau tidak, begitu banyak dari mereka yang masih berat, sulit menerima, dan bahkan rasa dendam yang tidak pernah hilang walau waktu telah berjalan begitu lama. 

Kata menjadi manusia, setiap orang membawa lukanya masing-masing. Saya, kamu dan siapa pun mereka di luar sana. Sudah selesai atau masih bergelut dengan perasaan-perasaan itu, namanya luka tidak ada yang jauh lebih berat atau ringan, saya rasa semuanya sama, tergantung mereka bisa menerima atau tidak. 

Saya, well. Ada perasaan asing yang sepakat kusebut luka. Tentang apa-apa saja yang berjalan terasa berat, perasaan sendiri, dan segala macam perasaan yang sulit diterima, kala waktu yang berbeda-beda, semua terakumulasi dan meminta perasaan lain untuk menerima. Semuanya berproses. Pada akhirnya semua tiba pada perasaan yang biasa, sebab luka-luka itu telah membuat kita menerima dan bila beruntung, kita akan mencintai luka-luka itu. Dan saya juga merasa, itu cukup.

Diri, sangat mudah menerima perasaan-perasaan yang membuatnya bahagia, tentu, namun di satu sisi, bukan manusia namanya jika tidak pernah merasakan perasaan-perasaan lain disamping itu. 


"tea time"🍵
 

Kawan berfikirmu

4 comments:

  1. Still long way to go untuk berproses

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haloo kak. Selamat datang. Terima kasih sudah membaca. Iya nih, masih panjang dan mari saling belajar 😉. Salam kenal ya.

      Delete