-->

Sunday, May 29, 2022

Kita akan Terus Merencanakan


Dunia ini, Sayang, seperti yang pernah kita bincangkan. Sudah sangat riuh karena terlalu banyak manusia yang bicara, sedikit mendengarkan. Terisi oleh banyak kemalangan dan kesibukan, kesalahan yang dibenarkan, sampai ketakutan untuk bicara dan merebahkan kepala di pundak yang salah, dan yang mengutuk Tuhan dalam doa-doa panjang dan tidak memohon ampun hingga sekarang, serta yang keliru meminta revolver taurus 836 untuk menemui surga lebih cepat karena sudah begitu menginginkan pelukan dan kebebasan.

Manusia sendiri adalah kompleksitas alam semesta yang bisa diartikan serupa apa saja. Bagian terburuknya, mereka bisa menjadi yang paling ingin meski kita tidak pernah tau mereka sama sekali. Mereka dengan lancang bisa membuat ekspektasi yang mereka rasa perlu untuk kita penuhi. Karir seperti apa yang harus kita punya, cara berpakaian, berbicara, berjalan, hingga siapa yang akan kita kencani, seperti sudah menjadi komoditas terlaris bagi mereka.

Jika kehidupan ini diibaratkan unggas, maka pastilah ia serupa dengan ayam. Dimulai dari pagi sekali, bangun dan bergegas mencari makan, sampai adzan maghrib berkumandang mereka pulang ke tempatnya masing-masing. Ada biaya makan, perawatan, hanya bedanya kita tidak membuang kotoran dengan sembarangan. Perjalanan pergi dan kembali memang tidak sama, baliho dan bising knalpot kendaraan, namun mereka tetap menghadapi bahaya yang sama mengancam untuk diri mereka dan anak-anaknya.

Dan diantara begitu banyak tuntutan, ada dua yang musti-harus-selalu kita pelihara: cinta dan impian. Kita akan tetap bangun dengan mata dipenuhi kecemasan, tetapi dengan cinta maka kita punya daya untuk mengatasinya. Kita akan tetap punya pegangan dan rasa aman akan penjagaan meski tidak meminta. Kita punya mulut untuk diajak bicara, menumpahkan segala apa yang berkelabat di kepala. Dengan ruang yang dipenuhi kesenangan, dan meninggalkan sedikit keraguan yang masih kita genggam. 

Impian yang masing-masing kita punya, meski itu dihantam keterbatasan problema lingua pasti tak jauh dari keinginan masing-masing untuk kembali disebut rumah. Tempat pulang dimana kita tak perlu bersusah payah mengingat perbedaan sebab begitulah ia. Kau akan melihat kau yang satu, dan kita akan saling mengunjungi untuk membasuh air mata satu sama lain. Kita akan senantiasa belajar melihat tabahnya edelweis yang sendirian ditengah kabut dan kedinginan namun enggan untuk tumbang dan melihat lapangnya dandelion menebar benih baik dimana pun ia singgah. Kita hanya ingin di bawah satu atap, dengan ubin yang lumayan dingin dan jendela kamar yang sangat besar, hingga kita melihat langsung sorot mentari pagi tanpa terhalang terali besi dan bintang dikala malam yang mengajak kita bicara dengan lirih. 

Hingga, jika kita sudah bosan, dan saling ingin meninggalkan karena dihujani ego dan mendiamkan kabar, kita akan terus tetap bertahan dan membuat impian kembali baru untuk kita rencanakan. Sebab, hanya perlu satu langkah yang salah untuk membuat hidup kita menderita, dan kita tentu tidak akan sanggup untuk itu. Kita tidak ingin pulang dalam keadaan hilang. Dan itu adalah bagian terbaiknya.

Aku ingin kita sama-sama mewujudkan perasaan yang tidak seperti dibicarakan banyak orang. Cukup jujur dan sederhana. Aku mendambakan itu saja.

Kawan berfikirmu

4 comments: