-->

Thursday, July 28, 2022

Reinkarnasi

Menelantarkan perasaan orang lain membuat saya sadar, rupanya penderitaan sudah membentuk saya menjadi pribadi yang sangat egois. Terlebih mungkin, untuk saya yang tidak lagi percaya, yang semula merasa pantas untuk dicintai, nyatanya tidak. Saya pun tak lagi bisa secara layak mengaku memiliki siapapun hanya untuk membentuk hidup dengan keabstrakan yang lain. Terdaftar sebagai peserta yang paling antusias dalam perlombaan membuang harapan sebanyak mungkin. Saya merasa sejauh ini, kedua kaki masih kuat berjalan di gurun yang luas dengan dahaga berkepanjangan, dengan sisa bahagia yang masih bisa kupungut namun tak pernah lagi merasa utuh. Harapan yang berkarat dan matahari memenggal dirinya sendiri. Sepertinya saya punya satu istilah untuk itu: Hampa.

Saya melewati hari yang buruk dengan tidak memberikan pelajaran yang lebih berarti daripada sebuah rintihan, kehilangan antusias dari orang-orang yang saya cintai, dan segalanya yang tak pernah kupikir akan sepahit ini. Tidak lagi memberikan perhatian lebih untuk mengejar kesenangan duniawi. Semuanya tidak pernah mudah untuk dilalui, bagaimana saya bisa dengan mudah menangis dan tertawa dan mengakui hal lain yang tidak benar-benar saya lakukan. Kepalsuan yang selalu saja menyapa di setiap jengkal menit yang sangat ingin kutinggalkan.

Katanya ada dua hal yang akan bertahan dalam situasi buruk laki-laki, yakni harga diri dan rasa pulang. Pulang ke tempat dimana mereka merasa diterima dan harga diri adalah kesadaran bahwa perjuangan mereka belum berakhir. Di sisi lain, hanya ada satu hal yang tetap tinggal dalam situasi buruk perempuan, yakni bau darah. Bau darah yang akan melahirkannya kembali demi memanggil keyakinan bahwa pergi tak pernah lebih buruk dari sekadar bertahan. Langkah yang pasti, yang membuat puing harapan kembali dan menyemai cita-cita yang semula hanya ambisi.

Saya ingin Oktober memanggilku pulang dengan angka lima yang teramat sangat utuh untuk kuhitung kembali. Menentukan ulang darimana sebenarnya saya bisa mengatur langkah yang baru untuk bisa membawaku berdamai dengan masa lalu. Saya bisa memulai perdebatan apapun selain rasa bahagia. Saya mampu berkisah mengenai siapapun selain tokoh yang mengantar trauma. Sebab kuakui tidak akan ada lagi rasa manis yang bisa dicicipi, jika lidah sudah terlanjur merasakan kepahitan dan kekacauan yang diterimanya selama ini.

Jika reinkarnasi saat ini bisa terjadi, ada hal paling bijak untuk saya mohonkan. Saya ingin memulai kisah yang benar-benar dari awal lagi. Terlahir dengan lembaran kosong bersih, putih, suci, tanpa puisi, catatan depresi dan memungut segala kutukan yang pernah kulontarkan hanya untuk membuat diriku pulih. Mengosongkan apapun yang masih bersemayam di kepala, pengetahuan dan segala hal informasi yang masih mengiris dada dikala mengingatnya kembali. Sepertinya penawaran bahwa tidak tahu apa-apa membawa kedamaian itu benar adanya.

Saya percaya bahwa akhir dari semua ini adalah semu dan segera berlalu. Sekuat apapun saya berdoa untuk dapat mengembalikan apapun yang dulu, sebuah paradoks tetap melahirkan bentuk baku keseimbangan. Ada hal-hal yang tetap berkebalikan. Sedih dan senang, bahagia dan derita. Kejujuran apapun itu tak akan pernah membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Tidak akan ada sesuatu yang sama persis seperti permulaannya.

Sehingga saya hanya butuh banyak udara untuk kembali bernafas normal, bukan sesuatu yang kelewat baru untuk mulai saya jelajahi. Hanya saja saya menginginkan ruang yang begitu lapang, yang di dalamnya tetap tidak pernah cukup untuk berbagi meski hanya berdua. Entah di sana hanya untuk merawat keegoisan atau menggenggam kesunyian dan memilih sendiri. Sampai saya tersadar, bahwa kehidupan hanyalah cara menyimpul kembali tali-tali yang rapuh. Bagaimanapun nanti cara saya merayakannya.

Saat ini, saya benar-benar sangat merindukan diriku sendiri. 

Kawan berfikirmu

0 comments:

Post a Comment